Author: Ditdit NugerahaUtama
Faculty of Mathematics and
Informatics, Göttingen University
@Göttingen – Germany,
December 17, 2014
Bismillah...
"Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan..." (QS. Al-'Alaq [96]: 1)
"... Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia agar mereka berpikir" (QS.Al-Hasyr [59]: 21)
"Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan..." (QS. Al-'Alaq [96]: 1)
"... Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia agar mereka berpikir" (QS.Al-Hasyr [59]: 21)
Melanjutkan pembahasan dengan tema mengenai model, sekarang disini akan sedikit dibahas mengenai analogi. Analogi berbeda dengan model. Analogi tidak merepresentasikan sesuatu dalam rangka dicoba untuk direplika. Analogi, hanyalah mengambil sebuah sudut pandang atas sesuatu, untuk dapat menjelaskan sesuatu yang lain agar menjadi lebih jelas dan logis adanya. Pesawat dibuat berdasarkan atas analogi burung. Pembuatan pesawat bukanlah sedang dalam rangka memodelkan burung atau sedang mereplikanya. Burung bukanlah realitas dari pesawat, dan pesawat pun bukanlah model burung. Dalam hal ini, burung hanya sebagai sebuah analogi atas sesuatu yang bisa terbang secara setimbang. Dalam hal ini pula, burung hanyalah ide dari pengembangan sebuah pesawat.
Contoh lain. Mengenai pondasi
cakar ayam di dunia arsitektur. Si pembuat pondasi cakar ayam tentulah tidak
sedang memodelkan cakar ayam, atau tidak juga sedang memodelkan akar serabut
pohon kelapa (ide dasar jenis pondasi ini); kedua fenomena alam itu hanyalah
analogi yang digunakan Prof. Dr. Ir. Sedijatmo (penemu pondasi cakar ayam)
untuk mengembangan jenis pondasi yang kokoh dan berbiaya murah, walaupun dalam
kondisi tanah yang lunak dan tidak konsisten.
Contoh lain. Kita tidak
perlu mendefinisikan ‘manusia yang bermanfaat bagi manusia lain atau alam‘ itu
seperti apa, dimana kadang definisi hanya menjadi sebuah dogma saja dan
mengkebiri daya nalar manusia saja pada akhirnya; namun kita dapat menganalogikan seekor ‘lebah‘
untuk menjelaskan ‘manusia yang bermanfaat‘ tersebut. Dimana pun lebah hinggap,
tidak ada satu dahan pun yang patah. Lebah hanya memakan (menghisap) apa-apa
yang manis (manis adalah analogi kebajikan, atau kehalalan) dan hanya
mengeluarkan yang manis pula. Lebah tidak pernah mengganggu manusia, namun
jangan pernah manusia mengganggu lebah, jika tidak ingin sekawanan lebah akan
mengejarmu sampai mana pun. Kita tidak sedang memodelkan lebah, kita – hanya – sedang
mejelaskan ‘manusia yang bermanfaat‘ dangan mengambil fenomena seekor lebah
sebagai analoginya.
Batasan model dan analogi
ada pada tataran ide. Model bertujuan untuk menjelaskan sesuatu yang dimodelkan
agar menjadi lebih detail dan mudah dipahami, dimana keadaan / kondisi nyata
tersebut dibawa ke alam logis yang penuh dengan perhitungan yang lebih
sederhana dari kenyataannya. Menjadi lebih logis dan sederhana, karena model
mengambil konstrain/batasan/parameter tertentu. Jumlah konstrain inilah yang
sangat disesuaikan dengan kemampuan si pengembang model, termasuk ketersediaan
data pendukung. Sedangkan analogi hanyalah melihat sesuatu yang tersaji di
dunia nyata untuk membuat atau menjelaskan sesuatu – yang lain – agar lebih
sederhana dan dapat mudah untuk dimengerti dan tentunya akan sangat bermanfaat.
Penilaian kebenaran analogi
sama saja dengan menilai sebuah model. Model tidak bisa dipersalahkan melalui
penilaian dengan menggunakan konstrain lain. Model tidak akan pernah dapat dipersalahkan,
yang dapat dipersalahkan adalah konsistensi keterhubungan antar konstrain
pembentukannya atau konsistensi konstrain pembentuknya itu sendiri (verifikasi),
atau konsistensi konstrain pembentuknya dengan hasil yang dibandingkan dengan
data sample dari dunia nyata (validasi). Nilai model bukanlah terletak pada
kebenaran model itu sendiri, namun terletak pada seberapa banyak konstrain yang
dipakai dan konsistensi keterhubungan antar konstrain dan konsistensi dari
konstrain-konstrainnya itu sendiri. Begitu juga dengan analogi. Analogi tidak
bisa dipersalahkan melalui penilaian dengan menggunakan konstrain yang memang
tidak pernah dipakai di dalam analogi tersebut. Seperti contoh di atas, kita
tidak bisa membantah analogi lebah dengan mengatakan bahwa ‘jadi manusia yang
bermanfaat itu harus bisa terbang seperti lebah‘; karena terbangnya lebah –
bisa jadi – bukan menjadi salah satu konstrain analogi tersebut di dalam
menjelaskan makna ‘manusia yang bermanfaat‘.
Jadi kesimpulannya, tidak
ada analogi atau model yang salah, walau pun kadang analogi atau model tidaklah
cukup memenuhi rasa terpuaskannya akal ini. Namun satu hal yang penting, bahwa kita tidak
pernah akan paham atau tahu makna hakikat atas sesuatu, tanpa ada analogi atau tanpa beranalogi. Karena,
semua yang tersaji di alam ini, adalah analogi bagi sesuatu yang lain untuk
coba kita pahami... [dnu]
Alhamdulillah...