Author: Ditdit Nugeraha Utama
Faculty of Mathematics and Informatics, Göttingen University
Bismillah…
“Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa ALLAH menurunkan air dari
langit, lalu diaturnya menjadi sumber-sumber di bumi, kemudian dengan air itu ditumbuhkanNYA
tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, kemudian menjadi kering, lalu
engkau melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikanNYA hancur
berderai-derai. Sesungguhnya, pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi
orang-orang yang mempunyai akal” (QS. Az-Zumar [39]: 21).
“… ALLAH
akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang berilmu beberapa derajat. Dan ALLAH Maha Teliti apa yang kamu kerjakan“ (QS.
Al-Mujadilah [58]: 11).
Seharusnya aktivitas penelitian adalah aktivitas yang sangat
mengasyikan. Seharusnya aktivitas penelitian dikerjakan dengan buncahan
semangat yang tinggi dan membumbung. Seharusnya – pula – aktivitas penelitian
telah mejadi roh para akademisi dan para peneliti, bahkan roh pada setiap orang
islam yang menuntut ilmu; pada setiap orang islam, karena menuntut ilmu adalah
kewajiban yang harus ditunaikan selama hayat masih di kandung badan.
Penelitian merupakan aktivitas mencari kembali (makanya istilah dalam
bahasa Inggris adalah re-search) segala hal yang terurai dan terderaikan; untuk
dapat dirangkai kembali dalam sebuah cerita utuh nan terstruktur dan – tentunya
– logis sistematis. Kelogisan penelitian, bukan hanya ditunjukkan dari hasil
yang didapat saja, namun juga kelogisan yang menyelimuti cara yang digunakan,
alasan yang melatarbelakangi, serta teknologi atau alat yang dimanfaatkannya;
sehingga penelitian yang dilakukan menjadi lebih akurat dan presisi pada
akhirnya.
Latar belakang munculnya sebuah aktivitas penelitian, bisa jadi karena adanya
permasalahan yang sedang dihadapi (pull
oriented) atau karena ingin menyampaikan sebuah konsep yang orang lain
belum tahu (push oriented) sebelumnya.
Pendekatan pull oriented, biasanya
digunakan pada sebuah ranah dimana permasalahan ada dan mengikis serta mengurangi
kualitas berkehidupan; sehingga kondisi ideal tidak mampu terimplementasikan
secara optimal, atau kondisi ideal terganggu keberlangsungannya. Kondisi yang
tidak ideal ini memungkinkan para peneliti untuk merangkai kembali sebuah
metode absah yang tersusun secara logis, sebagai solusi permasalahan yang
sedang dihadapi tersebut. Namun, solusi itu bukanlah sebuah penemuan baru,
bukan juga sebuah ciptaan baru; solusi hanyalah sebuah rangkaian cerita logis
atas ilmu dan pengetahuan yang tercerai-berai yang berhasil dicari kembali. Solusi
tersebut hanyalah sebuah paparan ilmu dan pengetahuan dalam sebuah sudut
pandang tertentu, yang berkesan bahwa solusi tersebut terasa baru; padahal sama
sekali tidak. Si peneliti hanya mencoba untuk mencari kembali, melakukan uji
coba kelogisan, lalu kemudian merangkai dan merangkum kembali aliran ceritanya
dalam sebuah rangkaian cerita yang sistematis. Tidak ada ilmu dan pengetahuan
baru yang didapat, yang ada hanyalah cara penyampainannya saja yang – dianggap
– baru.
Contoh sederhana, apa yang baru dengan sistem ekonomi syariah? Sebuah solusi
logis atas carut-marutnya kegagalan implementasi sistem ekonomi kapitalis. Sama
sekali tidak ada yang baru dengan sistem ekonomi syariah, bahkan Rasulullah pun
telah menerapkannya 16 abad yang lalu; hanya saja para peneliti di bidang ini
mencoba kembali untuk merangkai cerita utuh yang telah terurai berai, dan
kembali disampaikan dalam berbagai sudut pandang yang meyakinkan. Lalu,
bagaimana dengan solusi kesehatan berupa terapi madu? Sama sekali tidak ada
yang baru, bahkan cerita lebah saja ALLAH abadikan di dalam Al-Qur’an; yang ada
hanyalah bahwa peneliti dan ilmuan mampu merangkai – kembali – cerita logis
serta mampu meyakinkan domain ilmu kedokteran, bahwa madu sangatlah berkhasiat
untuk kesehatan manusia. Dan masih ada ribuan bahkan jutaan lain temuan-temuan
yang bersifat solutif yang sangat bermanfaat bagi alam dan berkehidupan. Satu
hal yang pasti, para peneliti dan ilmuan tersebut bukanlah menciptakan ilmu,
bukan pula menciptakan pengetahuan; mereka hanya merangkai kembali atas apa-apa
yang mereka temukan (discovery).
Begitu juga dengan pendekatan kedua, push
oriented. Berkesan bahwa alat atau teknologi yang dihasilkan merupakan
cerminan penciptaan ilmu dan pengetahuan baru. Padahal tidak sama sekali. Ilmu
dan pengetahuan tidaklah pernah terciptakan oleh manusia, dia bersifat given dan telah terjadi. Ilmu
pengetahuan telah tersempurnakan adanya, telah terciptakan oleh Creator yang maha Agung, ALLAH Azza wa
Jalla. Hanya saja, para peneliti dan ilmuan yang menggunakan pendekatan ini (push oriented), mencoba merancang
kembali, membangun kembali, merangkai kembali; semua temuannya tersebut (discovery juga) dalam sebuah bentuk
sistematis yang kita sebut alat atau teknologi; sebagai media bantu mereka,
para peneliti dan ilmuan, untuk bercerita agar lebih mudah dipahami (analogi
atau replika). Alat dan teknologinya mungkin saja ‘baru’, karena bentuk, fungsi
dan perangkat, serta elemen-elemen penyusunnya; padahal secara filosofis, dia
hanyalah analogi atau replika dari rangkaian ilmu dan pengetahuan yang telah given adanya.
Contoh, apa yang baru dengan pesawat? Sehebat apa pun alat dan teknologi
yang menyusun pesawat, dia tidaklah pernah me-replace ilmu pengetahuan tentang kesetimbangan dan hakikat terbang
burung. Bukan Abbas ibn Firnas sebagai penemu burung, bukan juga Abbas ibn
Firnas yang menciptakan burung. Pesawat hanyalah analogi atau replika untuk
membuktikan bahwa ilmu ALLAH – yang berupa burung tersebut – sangatlah begitu
tinggi dan tidak tertandingi. Lalu, bagaimana
dengan ilmu aljabar? Dalam hal ini, Abu Abdullah Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi
hanya mencoba merangkai kembali cerita dan fenomena alam yang terurai-berai, yang
coba beliau sajikan dalam bentuk teori al-jabr. Teori penyampaiannya baru, tapi
tidak ada yang baru sama sekali dengan ilmu dan pengetahuannya. Lalu, bagaimana
dengan penemuan teori mengenai optik. Optik tidak pernah dibuat, namun hanya
ditemukan oleh seseorang benama Ibn al-Haitham; yang dengan rankaian sintesis refleksi
cahayanya, menjadikannya penemuan tersebut bermanfaat besar. Kemudian, bagaimana
dengan teknologi informasi? Sama saja. Dia hanyalah analogi atau replika semua
hukum dan algoritma ALLAH yang telah terejawantahkan dengan sangat sistematis dan
terstruktur di alam nan raya ini.
Begitulah penelitian. Sebuah keyakinan atas satu hal yang pasti, bahwa
ALLAH telah menyempurnakan semua ilmu dan pengetahuanNYA. Manusia hanya mencoba
untuk mencari dan merangkai – kembali – cerita atas ilmu dan pengetahuan
tersebut, agar mampu teranalogikan dengan sangat logis dan tereplika dengan
sangat mudah untuk dicerna oleh akal manusia. Sehingga derajat keyakinan atas
hukum-hukum dan aturan-aturanNYA yang terpetakan di alam jagat raya ini
bertambah mumpuni. Jadi wajarlah, ALLAH akan mengangkat beberapa derajat bagi
orang-orang yang menggunakan akalnya, orang-orang yang ALLAH anggap sebagai
ulil albab; yaitu orang-orang yang mampu menemukan jawaban atas sebagian kecil
keabsahan struktur ilmu dan pengetahuan ALLAH yang sangat cetar membahana dan
luas tersebut; yaitu orang-orang yang melakukan penelitiannya bukan hanya
sekedar untuk menuntaskan aktivitas ritual saja, namun mampu merangkai secara
sangat logis semua hal yang terciptakan oleh ALLAH Azza wa Jalla…
Alhamdulillah…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar