Author: Ditdit Nugeraha Utama
Faculty of Mathematics and
Informatics, Göttingen University
@Göttingen –
Germany, January 10, 2014
Bismillah...
"Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhan-mu yang menciptakan" (QS. Al-‘Alaq [96]: 1).
Selama Indonesia berdiri, semenjak
dimerdekakan pada tahun 1945, negara subur ini telah mengirim beribu bahkan
puluhan ribu anak mudanya ke luar negeri untuk menuntut ilmu. Berbagai jenis
program dan beasiswa seperti disawer, sehingga kesempatan itu sangatlah mudah
untuk disentuh. Memang tidak semudah yang dibayangkan juga untuk mendapatkannya;
hanya saja, setidaknya itu semua merupakan segelintir usaha dari pihak penyelenggara negara
untuk mencoba mengangkat harkat bangsanya dari keterpurukan yang menistakan.
Apakah harkat bangsanya terangkat setelah itu? Itu urusan lain. Biarkan fakta
yang berbicara.
Disini, aku hanya ingin bercerita
lalu – saja – mengenai hal yang aku anggap penting; dan tentunya karena aku
ingin – sekedar – berbagi sebulir pemahamanku ini. Aku ingin menuliskan
berpenggal kata atas kalimat mengenai bidang studi atau bidang ilmu. Tidak dapat dinyana, bahwa orang – pada umumnya – memilih bidang studi
berdasarkan hal-hal yang dipandang sangat sempit. Orang memilih bidang studi
pendidikannya, biasanya sangatlah berhubungan erat dengan trend keterkinian
pada jamannya; atau berhubungan dengan profesi tertentu, karena profesi
tertentu tersebut – diprediksi – akan mampu mendatangkan income yang berlimpah; atau bisa jadi memang orang tersebut – dalam
rangka memilih bidang studi itu – karena ingin menguasai bidang ilmu yang
dimaksud, namun tanpa ada ghiroh lain, ya selain menguasai bidang ilmu yang
dimaksudkan tersebut.
Trend dari sebuah bidang studi, dirasakan
sangat dapat mengangkat moral para mahasiswa atau lulusannya. Sebut saja, pada satu waktu,
menjadi insinyur, membuat bulu kuduk orang yang mendengarnya sempat berdiri.
Atau menjadi programmer, sempat – sangat – booming dan bikin iri hati di waktu teknologi informasi mulai menggeliat dan menunjukkan gigi taringnya.
Orang pada umumnya, mengambil bidang studi dan kajian tersebut, karena trend sesaat
pada waktu itu saja; tidak lebih, bahkan – mungkin – tidak kurang.
Atau pemilihan bidang studi
dikarenakan berhubungan erat dengan profesi. Situasi ini sangatlah memungkinkan,
bahwa sebuah program studi di universitas-universitas tertentu kebanjiran peminat.
Semakin tinggi uang kuliah, semakin banyak peminatnya; karena bidang studi
tersebut diprediksi menjanjikan kemapanan profesi selepas menuntut ilmunya. Sebut
saja bidang studi kedokteran. Berapa besar uang yang harus digelontorkan
seseorang yang ingin masuk ke program studi tersebut; karena ketajiran seorang
dokter sempat terlintas di benak sang calon mahasiswa selepas ia lulus nantinya.
Lain lagi halnya dengan memilih bidang
studi karena alasan untuk dikuasai ilmunya; dan menjadikan orang yang
menguasai ilmunya tersebut menjadi pakar di bidangnya. Ini kemungkinan terakhir. Orang mengambil bidang studi ini karena kesukaan, hobi dan selanjutnya ingin memperdalamnya. Dimana – kadang – bidang studi ini – pada akhirnya – menjadi sudut pandang atau
mindset arogan yang digunakan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang ada.
Lalu apakah salah? Yang jelas
tidaklah benar, jika tidak ingin disebut salah. Tentulah ada yang salah letak, misplace; ketika bidang studi dipelajari
hanya karena trend sesaat, atau alasan ekonomi dan kemakmuran sempit, apalagi
menjadi sudut pandang karena kepakaran orang yang menguasainya. Bahkan, ketika
bidang studi tersebut dipelajari dan menjadi sudut pandang atau mindset seseorang, ini sangatlah
dangkal. Ya, sangat dangkal. Tentu sangatlah tidak benar; misalnya, ketika
melihat permasalahan dan kondisi bangsa Indonesia hanya dilihat dari sudut pandang
pada faktor meningkat atau menurunnya tingkat ekonomi atau inflasi semata;
hanya karena – alasan – dia seorang ekonom (pakar ekonomi di bidang studi
ekonomi). Atau – misal yang lain, ketika menilai bangsa Indonesia hanya dari sudut
perkembangan industri kreatifnya saja; hanya dikarenakan dia seorang artis atau
pakar industri kreatif. Tidak bisa ditampikkan, bahwa – masih – ada ribuan
bahkan jutaan variabel dan parameter lain yang harus dilihat utuh sebagai satu
kesatuan sistem, ketika kita melihat kondisi dan permasalahan bangsa Indonesia.
Dan – tentu pula – menjadi sebuah keniscayaan, bahwa sudut pandang ilmu
pengetahuan, tidak mampu dan tidak akan pernah bisa digunakan sebagai satu
sudut pandang implementasi atau penyelesaian masalah. Semua haruslah dilihat
pada satu kesatuan utuh dan sistemik. Semua haruslah dilihat dari kacamata dan
sudut pandang yang lebih holistik dan menyeluruh.
Sehingga, bidang studi – seyogyanya –
dipilih karena dua alasan besar. Pertama, bidang studi itu dipilih, karena memang manusia memiliki keterbatasan atas kemampuan analisis, nalar, finansial, fisik,
atau keterbatasan lainnya; yang memang terkarakteristikan pada seorang manusia
sebagai alasan logis, bahwa manusia hanyalah makhluk ALLAH yang harus memiliki
keterbatasan; sedangkan ZAT pencipta adalah tanpa batas dan sempurna atas
segala. Kedua, alasan memilih sebuah atau beberapa bidang studi adalah karena bidang
studi itu digunakan sebagai area jamah yang harus dikaji dan dipelajari sampai
titik nadir pemahaman filosofis. Bidang studi tersebut dipilih dalam rangka mencari
pembuktian empiris dan logis akan kebesaran ALLAH, serta menjawab akar jawaban
pasti, bahwa ALLAH lah sebagai asal semua usul jagat beserta isinya ini,
sebagai pengkehendak dan penggulir tunggal setiap skenario berjalannya alam
pada nilai dan value qadha dan qadarNYA yang hakiki.
Oleh karenanya, mengapa para ulama
atau para pemilik ilmu mumpuni di jaman keemasan islam dulu, merupakan orang-orang yang
menelusuri ilmu pengetahuan pada aneka ragam jenisnya. Karena memang, para ulama
dan ilmuan islam tersebut, memiliki ghiroh dan semangat menuntut ilmu yang –
sangat – tidak dibatasi oleh keprofesian yang sempit; namun diunjukkan dan hanya
ditunjukkan kepada sang pencipta, ALLAH Rabbul Izzati. Ilmu yang dikaji – pada waktu
itu – merupakan ilmu yang diturunkan dari kebenaran hakiki. Para ulama dan
ilmuan merupakan orang-orang yang menguasai berbagai jenis ilmu, yang secara otomatis
mumpuni dalam ilmu islam, karena hakikatnya kebenaran hakiki itu adalah islam itu sendiri.
Sebenarnya, pada awalnya ilmu itu
adalah satu. Orang melakukan iqra, kajian dan analisis dari satu ilmu yang satu, berasal dari zat yang satu, ALLAH. Karena
untuk menstrukturkan dan menjabarkan penggambaran yang nyata; maka pengklasifikasian ilmu itu terjadi pada akhirnya. Sehingga muncullah bidang-bidang studi atau bidang-bidang ilmu yang
lebih sempit keberadaannya. Apalagi, bidang-bidang studi tersebut semakin lama
semakin dikebiri definisinya, hanya dihubungkan dengan profesi keduniawian
saja.
Sebagai contoh kecil. Dahulu Ibnu
Khaldun (abad 14), seorang ilmuan atau ulama berasal dari Tunisia, tidak pernah
berfikir melakukan kajian ilmu berdasarkan bidang studi keprofesian. Ibnu
Khaldun mengkaji aspek-aspek kehidupan manusia dan hewan, yang sekarang
menyempit menjadi bidang biologi dan
zoologi; aspek kehidupan tanaman, yang sekarang menyempit menjadi bidang
botani; aspek jabaran mengenai determinisme lingkungan, yang sekarang menyempit
menjadi ilmu lingkungan; aspek perubahan logam dan elixir, yang sekarang
menyempit menjadi bidang studi kimia; termasuk berbagai aspek ilmu sosial, yang
sekarang dibagi-bagi lagi menjadi berbagai jenis bidang kajian; hanyalah untuk
membuktikan sampai pada level filosofis atas kuasaNYA, bukan karena alasan
trend, ekonomi atau mindset. Begitu juga
dengan para ulama lainnya; tidak pernah terlintas – di benak dan kepala mereka –
untuk memahami sebuah kajian ilmu, karena alasan sempit, selain karena alasan
tunggal, ALLAH Azza wa Jallla.
Maka dari itu, kejarlah ilmu itu,
kejarlah batas dan nilai filosofis itu; sehingga akan terpahamkan hakikat
segala pada akhirnya; sehingga akan semakin teryakinkan pula untuk mengenal
siapa tuhan segenap alam; yaitu tiada tuhan selain ALLAH, dan Rasulullah adalah
utusanNYA, serta islam adalah bukan hanya sekedar agama, namun sebuah term dan mindset penjelas atas implementasi
keteraturan hukum, aturan dan ketertundukan segala...
Alhamdulillah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar