Author: Ditdit Nugeraha Utama
Faculty of Mathematics and Informatics, Göttingen University
@Göttingen – Germany, February 12, 2014
Bismillah...
‘Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu...’ (QS. AlAhzab[33]: 21)
Problem domain, memungkinkan
aktivitas analisis dan perhitungan menjadi sangat murah dan sederhana. Bolehlah
tidak sampai dikatakan nir risiko dan nir biaya, namun setidaknya problem domain membuat risiko dan biaya
jauh dari yang dibayangkan; jauh lebih rendah dari pada kita melakukan analisis
dan perhitungan langsung pada level implementasi (real domain). Misal, implementasi bus-way untuk mengatasi permasalahan kemacetan kota Jakarta yang bernilai
ratusan milyar dan juga memiliki risiko tidak sedikit; mungkin merupakan
alternatif keputusan yang tidak akan pernah disarankan dari hasil analisis
dan perhitungan pada ranah problem domain.
Atau, rekayasa cuaca – bisa jadi – bukanlah merupakan saran objektif yang disarankan
dari hasil analisi dan perhitungan yang ada pada problem domain; bahkan tidak perlu sampai menjadi pemborosan
tingkat tinggi bahkan mendekati mubadzir,
hanya karena Jakarta ingin menjadi bebas dari banjir. Dan masih banyak
contoh implementasi nyata, yang kadang menjadi salah kaprah pada level
implementasi, karena tanpa analisis dan perhitungan yang objektif.
![]() |
Gambar 1. Sudut Pandang Model (Utama, 2014) |
Model, itu menjadi jawabannya. Bagaimana kita mencoba untuk
menggambarkan ceruk sekat dunia nyata (real
domain) pada barier yang sempit
yang disebut model, pada ranah problem
domain. Bagaimana kita mencoba untuk memperjelas bagian dan parameter
pembentuk sistem nyata, menjadi sebuah gambaran utuh yang tertuang dalam sebuah
replika sederhana dengan konstrain yang terbatas; lebih jelas dan lebih
gamblang. Sehingga, level akurasi analisis dan perhitungan untuk memunculkan
saran keputusan yang akan diimplementasikan pada level nyata, akan lebih dapat
dipertanggungjawabkan keobjektifannya. Bukan benar atau salah pada ‘level
tataran hasil’, namun model merupakan cerminan usaha optimal manusia untuk
dapat menghitang-hitung kemungkinan terbaik yang akan dilakukan; walau pun,
parameter yang digunakan – sudah pasti tentunya – tidak akan sama dengan
kenyataannya. Bagaimana pun, replika, tentulah tidak akan pernah menyerupai apa
yang dicontohkan.
Model pun, mendorong kita – para pengambil keputusan – untuk bertindak
berdasarkan nalar yang sangat terstruktur; bukan subjektif semu dan intuisi (gut feeling based on experience) asal.
Sehingga, setiap keputusan yang diambil, dapat dipertanggungjawabkan secara logis
dan kuantitatif. logis, karena manusia dititipi akal sebagai pembeda dengan
makhluk lainnya; kuantitatif, karena memang nilai-nilai matematis kadang lebih
vulgar dan jelas untuk dapat dipahami.
Model mampu mentrasfer sistem berbatas pada dunia nyata, menjadi sebuah
‘kiasan’ sempit yang sangat mudah untuk dipahami. Sehingga, model dapat
dikatakan sebagai sebuah replika dari realita. Atau, model dapat juga disebut
sebagai sebuah kompromi dari sistem nyata, karena hanya fokus pada berbagai
jenis constraint yang dimiliki atau
yang dianggap penting atau yang mampu terdeteksi saja; sehingga model memang
mengkompromikan beberapa hal dari dunia nyata, karena keterbatasan manusia
mentransfer semua kemungkinan parameter yang dimiliki alam. Bisa juga, model
disebut dengan karikatur dunia nyata, yang memiliki pandang fisik yang hampir
mirip dengan skema dunia nyata yang sedang dibicarakan; hanya tentunya saja
dalam skala yang berbeda, disesuaikan dengan batas masalah (problem domain) yang menjadi batas
tujuan pembuatan model itu sendiri. Berbagai jenis sudut pandang model, dapat
dilihat pada Gambar 1.
Kadang kita terperangkap dengan tujuan dan bidang kajian, dimana
pemodelan itu sendiri dibangun dan dikembangkan. Karena, model – kadang – dimaknai
sesuai tujuan atau bidang kajian yang dimaksud. Seperti forecasting model, jelas ini adalah model yang dibangun untuk
melakukan prediksi. Atau, matematical
model, ini merupakan model yang dikembangkan dengan domain matematika
sebagai domain ilmu utamanya; sehingga, penggunaan persamaan dan formula
matematikanya menjadi lebih dominan sebagai selimut deskripsi model tersebut.
Atau simulasi; simulasi hanyalah salah satu tujuan dibentuknya model,
ditampilkan dalam bentuk tampilan dinamis (berdasar dimensi waktu) dan tidak
statis; dan juga memiliki sifat input
yang random dan memiliki posibiliti
muncul menjadi input, yang disebut
dengan stokastik bukan deterministik. Jadi, kadang kita menyebut model sebagai forecasting, matematika dan simulasi;
bukan, semua itu hanyalah nama model yang diambil dari tujuan pembuatan model
atau bidang kajian dimana model itu dikembangkan.
![]() |
Gambar 2. Parameter Dukung Pengembangan Model (Utama, 2014) |
Model, harus bersifat akademis logis. Dimana berbagai syarat ketat
menjadi acuan bagaimana model tersebut dikembangkan. Model dikembangkan
haruslah menggunakan metode yang absah, baik metode analisisnya,
perhitungannya, prediksinya, atau verifikasi dan validasinya. Absah, menjadi
salah satu syarat metode yang digunakan untuk mengembangkan model yang bersifat
akademis logis; dimana status ‘pernah dipublikasi’ dari metode yang digunakan
adalah salah satu syarat keabsahan metode tersebut. Metode harus berdasarkan
teori sebelumnya dan ada realitanya; sehingga pada akhirnya model harus
memiliki nilai verifikasi yang tinggi (kesesuaian dengan teori atau metode yang
telah absah) dan juga memiliki nilai validasi yang baik (kesesuaian dengan
sistem nyata yang dimodelkan). Sedangkan, teknologi informasi, bahasa
pemrograman, alat ukur atau aplikasi lainnya; hanyalah berbagai jenis tools yang digunakan oleh para modeler untuk mengembangkan model itu
sendiri. Parameter yang dibutuhkan di dalam pengembangan model dapat dilihat
pada Gambar 2.
Itulah model. Memahaminya tanpa ada sekat definisi menjadikan kita
lebih paham dan mampu dengan tepat memposisikan model pada nalar pemahaman besar
kita. Sehingga, jika semua permasalahan yang dihadapi dapat diselesaikan
melalui kaidah-kaidah pemodelan, diharapkan kasus permasalahan yang bersifat quantitatif
maupun qualitatif, dapat dipecahkan secara nyata, tanpa ada prasangka buruk,
bahkan titipan intervensi rusak. Karena model adalah nyata, terukur, sempit,
ternalarkan, logis, penuh perhitungan dan tentu dapat dipahami dengan sangat sederhana
dari sudut pandang yang benar. Bahkan, jika kita mau menalar sedikit lebih
komprehensif dan holostik, keberadaan jagat raya berserta semua isi dan
ciptaanNYA ini pun; merupakan ‘model nyata’ yang ALLAH hadirkan, untuk dapat
ditalar oleh akal manusia dengan sangat logis dan masuk akal, dalam rangka memahami
hakikat nyata dari wujud keberadaanNYA. Dan – begitu – juga, ketika ALLAH mencoba
untuk menghadirkan seorang contoh teladan, DIA mengutus Muhammad SAW sebagai ‘role model’ yang patut diikuti setiap
tindak-tanduknya oleh semua manusia bumi.
Referensi
Achkar H. 2013. Modeling Introduction. Testoptimal [access date:
23.01.2013]
Al-Hassani STS. 2012. 1001 Inventions – The Enduring Legacy of
Muslim Civilization, Third Edition. Washington DC: National Geographic
Society.
Einstein A. 1925. Quantentheories des Einatomigen Idealen Gases.
Leiden: Leiden University.
Fearing P. 2000. Computer Modelling of Fallen Snow. ACM
Publisher.
MacKay B. 2012. Mathematics and Statistics Models. Clark
College.
Maria A. 1997. Introduction to Modeling and Simulation. Proceeding
of the 1997 Winter Simulation Conference.
Utama DN. 2014. Model and
Modeling. Presentasi Pertemuan PPI Göttingen Jerman.
Van-Roy P, Haridi S. 2003. Concepts, Techniques, and Models of
Computer Programming. Swedish Institute of Computer Science.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar